Time

Jumat, 29 Oktober 2010

Cerpen: Pertemuan Setengah Jam

Ani, begitulah orang-orang memanggilku. Aku adalah seorang anak SMP berusia 14 tahun. Hari ini adalah hari kepindahanku ke Bandung dari kota tempat ku dilahirkan, Jakarta. Aku pindah ke Bandung dikarenakan pekerjaan ayahku di mutasi ke Bandung.

Sepanjang perjalanan, kumelihat pohon-pohon tumbuh tinggi di pinggiran jalan. Angin bertiup pelan membuatku merasakan kenyamanan yang begitu dalam. Sejenak kututup mataku. Dulu, di suasana seperti ini disaat angin bertiup pelan di bawah pohon rindang, aku merasakan belaian tangan. Belaiannya begitu lembut sehingga membuat hatiku merasa hangat. Tangan itu terus membelaiku hingga aku tertidur. Aku masih bisa merasakan sentuhan hangat tangan Ibuku itu hingga saat ini.

Tapi sekarang, belaian itu tidak akan pernah kurasakan lagi. Sekarang aku tidak dapat melihat senyum Ibuku yang begitu menyejukkan hatiku, tidak dapat lagi mendengar suaranya. Seketika hatiku merasakan sesuatu yang menusuk. Tanpa kusadari air mataku pun perlahan jatuh.

Ibuku telah pulang ke pangkuan-Nya 10 hari yang lalu. Ibu meninggal dikarenakan kanker darah yang memang sudah dideritanya sejak dia masih menginjak masa remaja. Aku tersadar dari lamunanku saat Ayah memanggil namaku. Aku segera mengusap air mataku.
"Ani, kita sudah sampai" Ayah berkata padaku sambil melayangkan senyumannya. Aku hanya mengangguk. Aku menatapi senyuman Ayah. Senyuman Ayah tidak selebar dan secerah seperti dulu lagi. Sejak kepergian Ibu, Ayah lebih suka diam. Tidak seperti dulu, Ayahku yang dulu begitu ceria. Aku merindukan Ayahku yang dulu. Kadang aku sempat berfikir bahwa Tuhan itu tidak adil. Mengapa Tuhan memanggil Ibuku secepat ini? sedangkan banyak teman-temanku yang masih bisa merasakan belaian hangat sang Ibu.
"Untuk sementara kita tinggal di rumah Tante Asti dulu saja ya, nanti setelah Ayah dapat sewa rumah barulah kita pindah ke rumah itu", kata Ayah sambil tersenyum. Ah aku tahu, itu senyum terpaksa Ayah.

Esoknya, matahari bersinar begitu cerah. Oh, hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolahku yang baru. Rasa malas terasa begitu merasuk ke jiwaku. terbayang-bayang olehku bagaimana nanti aku bisa mendapatkan teman? Bagaimana jika mereka tidak ada yang mau berteman denganku? begitu banyak pertanyaan yang terlintas di otakku. Aku merasakan hawa takut menjalar di tubuhku. Aku takut, takut tidak mendapatkan teman. Kenapa aku harus pindah? padahal aku sudah merasa begitu nyaman bersama teman-teman ku di sekolah lamaku. Suara Ayah memecahkan lamunanku, "Ani, Ayo kita berangkat ke sekolah barumu. Ayah harap kamu bisa beradaptasi di sekolah barumu", aku hanya menjawab "Iya Ayah, semoga saja"

Akhirnya aku tiba di sekolah baruku. Ayah menurunkan ku di depan gerbang sekolah dan pergi berlalu. Aku takut, aku malas. Ntah mengapa kaki membawaku pergi dari sekolah itu. Aku terus berlari menjauh dari sekolah itu. Yap, aku bolos di hari pertamaku masuk sekolah. Sebelumnya, aku belum pernah bolos sekolah. Tapi untuk kali ini rasanya begitu malas untuk masuk ke sekolah itu.

Bodohnya diriku. Aku baru di daerah ini. Yap, aku sukses tersesat ntah dimana. Aku terus berjalan mencari jalan yang menuju ke sekolah ku itu. Tapi tak kunjung kutemui. Akhirnya aku lelah dan aku duduk di pinggiran jalan. Sepanjang mataku memandang, tidak ada kulihat satupun murid yang seragamnya sama sepertiku. Aku terus mencari sampai akhirnya pandanganku tertuju pada seorang anak perempuan berbaju lusuh membawa keranjang yang meringis kesakitan sambil memegangi kakinya. Aku segera berlari ke arah anak perempuan itu.
"Hei, kamu kenapa?"
Anak itu tetap meringis kesakitan sambil memegangi kakinya. Aku melihat kakinya. Kakinya terluka.
"Hello, kamu kenapa? kenapa kakimu bisa jadi begini?"
"Akuuu... tadi diserempet mobil. Aku tadi bermaksud menawarkan jualanku kepada orang yang bawa mobil itu. Tapi dia malah membentakku gembel dan pergi berlalu. Tapi kaki ku mengenai mobilnya", Anak itu berkata sambil menangis.
"Wah kurang ajar banget tuh orang. Yasudahayo kita duduk disitu dulu", Aku memapahnya ke pinggi jalan sambil membawakan keranjangnya yang berisikan barang-barang kerajinan tangan. Dan mendudukkannya di pinggir jalan.
"Hei, barang-barang ini bagus sekali. ini ya yang kamu jual? buatanmu? namamu siapa?", Kataku sambil membalut kakinya dengan peralatan P3K yang kubawa.
"Ehehe, nanyanya satu-satu dong. Namaku Lisa. Iya, ini barang buatanku yang kujual"
"Hmm bagus yaaa. Untuk apa dijual?"
"Uangnya nanti untuk beli makanan buat adik-adikku"
"Loh? kan ada ayah dan Ibumu buat nyari uang"
"Ahahahaha, nggak akan mungkin"
Aku terkaget, "Loh kenapa?"
"Mmm Ibuku sudah meninggal, baru saja 11 hari yang lalu"
Aku terkaget lagi. Ibunya anak perempuan ini meninggalnya persis sama di hari meninggalnya Ibuku.
Anak prempuan itu melanjutkan, "Ayahku patah semangat, dan sekarang kerjanya hanya bersantai saja di rumah. Melamun dan menangis. Aku kasihan melihat Ayahku yang seperti itu. Aku punya 2 orang adik"
"Maaf, kalau boleh aku tahu Ibumu meninggal kenapa?"
"Kanker darah. Sudah lama Ibuku menderita itu. Aku sedih sekali Ibuku pergi meninggalkan aku, Adikku dan Ayahku selamanya. Aku ingin sekali merasakan belaian ibuku yang dulu. Aku masih ingin melihat senyuman ibuku. Dan juga, Ayahku akhir-akhir ini berubah total. Ayahku tak seperti dulu. Dulu ayahku begitu ceria walaupun harus tinggal di gubuk dan harus jadi pemulung. Aku senang melihat Ayahku yang seperti itu yang selalu tersenyum ikhlas. Sekarang, senyuman Ayah tak bisa kulihat lagi. Kalo bicara cuma seperlunya saja. Selalu mengurung diri dikamar. Karna Ayah seperti itu, aku terpaksa berhenti sekolah untuk menghidupi keluargaku. Aku merasa hidupku gagal dan hancur. Tapi, ya gimana lagi. Tak ada yang perlu di tangisi, tak ada yang perlu di sesali. Semuanya telah terjadi. Yaaa supaya keluarga kami tetap bisa makan, aku membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan yang ada lalu kujual. Aku harus tetap bersyukur masih mempunyai Ayah dan masih bisa makan", anak itu berkata sambil terisak-isak.
Aku terdiam. Terdiam seribu bahasa. Kisah anak ini begitu sama dengan kisahku. Ibunya juga meninggal dikarenakan kanker darah. Ayahnya tidak seperti dulu lagi. Tapi, dibandingkan dia aku lebih beruntung. Masih memiliki Ayah yang mau bekerja untuk memberiku makan. Dan aku tidak perlu berhenti sekolah untuk mencari uang. Aku meneteskan airmata. Apa yang kulakukan selama ini? Aku hanya mengomel, menangis dan meratap dalam hati. Aku tidak pernah bersyukur masih bisa sekolah dan makan. Sedangkan Lisa yang harus mencari nafkah harus putus sekolah saja tetap semangat menjalani hidupnya. Manusia macam apa aku ini.
"Hei, hei, hei" Lamunanku terbuyar oleh panggilan Lisa.
"Hei kenapa kamu menangis? apa ku berkata kata yang menyakiti hatimu?"
"Ngg nggak kok nggak" Aku mengusap air mataku sambil tersenyum.
"Eh iya aku belum tahu siapa namamu"
"Hmm namaku Ani, senang berkenalan denganmu Lisa. Terimakasih untuk semuanya"
"Eh? harusnya aku dong yang berterimakasih sama kamu. makasih ya sudah mengobati lukaku. Eh, kamu kan pake seragam sekolah, kamu mau pergi sekolah ya?"
Aku tersenyum sambil mengangguk.
"Loh kenapa nggak pergi sekarang? ntar telat loh"
"Iya makasih ya Lisa, Aku pergi dulu ya"
"Iya, hati-hati. Belajar yang rajin ya"
Aku berdiri dan pergi meninggalkannya. Saat aku berbalik ingin melambaikan tangan ke dia, tiba-tiba Lisa sudah tidak ada disana. Aku heran. pergi kemana dia?

***

Aku tiba di depan kelas baruku. Aku menghela nafas panjang dan mulai memasuki kelas baruku. Suasana di kelas baruku begitu nyaman. Murid-muridnya kelihatan baik. Ibu Guru nya pun ramah. Ibu Guru menyuruh anak muridnya diam dan lalu mempersilahkan aku untuk memperkenalkan diri.
"Nama saya Anita Putri Santoso, Panggilan ku Ani. Aku berasal dari Jakarta dan aku berharap kita semua dapat berteman baik"
Settelah itu murid-murid yang lain mulai ribut bertanya-tanya kepadaku.

***
Aku berfikir, seandainya aku tidak bertemu Lisa teman misteriusku, mungkin saja sekarang aku mengangis meratap ntah dimana. Tapi aku sangat bersyukur dan sangat berterimakasih telah di pertemukan oleh Lisa. Pertemuanku setengah jam bersama Lisa begitu berarti bagiku.


(semoga kalian dapat mengambil hikmah nya :) hehe aku masih amatiran dalam membuat cerita)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Any critic, comment or suggestion? Just write down ;)